Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kewajiban Negara untuk memelihara fakir miskin dan anak telantar. Bagi fakir miskin dan anak telantar seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban Negara dalam menjamin terpenuhinya hak atas kebutuhan dasar Warga Negara yang miskin dan tidak mampu.
PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, diperlukan peran masyarakat yang seluas-luasnya, baik perseorangan, keluarga, organisasi keagamaan, organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, badan usaha, Lembaga Kesejahteraan Sosial, maupun Lembaga Kesejahteraan Sosial asing demi terselenggaranya Kesejahteraan Sosial yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial menjadi tanggung jawab :
Tangung Jawab dan Wewenang Pemerintah Pusat
Tanggung jawab Pemerintah pusat dalam menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Sosial
Kedudukan
Kementerian Sosial berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan bidang Kesejahteraan Sosial dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara yang disesuaikan dengan upaya pencapaian tujuan Kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional.
Tugas
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Kementerian Sosial, Kementerian Sosial mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kementerian Sosial menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
Kemiskinan
Pengurangan penduduk miskin dan rentan serta Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) oleh Kementerian Sosial dilaksanakan melalui perlindungan sosial dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar, pengurangan beban hidup (risiko kehidupan), dan perbaikan kualitas hidup penduduk miskin dan rentan yang diantaranya diimplementasikan dalam bentuk :
Program/kegiatan tersebut merupakan program prioritas nasional sebagaimana amanat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pembangunan yang Berkeadilan. Kelompok Usaha Bersama (KUBe) merupakan kegiatan prioritas Kementerian Sosial, yang dipadukan dalam rangka pengurangan Penduduk miskin dan rentan di perdesaan dan perkotaan. Demikian pula dengan kegiatan Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar (PSLUT), Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (RSPD), dan KUBe yang berdampak terhadap perubahan karakter dan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan produktivitas sosial dan ekonomi Penduduk miskin dan rentan. Meskipun belum mampu membantu Penduduk miskin dan rentan keluar dari kemiskinan yang dihadapi, tetapi dapat memberikan perubahan mental yang terkait dengan nilai sosial, gender, dan tradisi dari lingkungan sosial terdekat seperti : keluarga, lingkungan tetangga, dan kelompok. Hal ini penting untuk mengubah pola pikir dan nilai-nilai yang dapat mengurangi budaya dan perilaku miskin.
Upaya pengurangan Penduduk miskin dan rentan lainnya juga dilakukan melalui program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) yang merupakan implementasi dari kebijakan nasional untuk meningkatkan daya beli Penduduk miskin dan rentan akibat dinamika harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam rangka menekan peningkatan jumlah penduduk miskin dan rentan serta memperkuat daya beli masyarakat, maka Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) menjadi Jaring Pengaman Sosial. Program tersebut digunakan untuk mengurangi meningkatnya jumlah Penduduk miskin dan rentan.
Kegiatan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bukan merupakan kegiatan reguler Kementerian Sosial 2010-2014, tetapi merupakan program kebijakan nasional yang bersifat khusus dari Pemerintah yang dilaksanakan oleh Kementerian Sosial. Pemberian Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bersifat sementara dalam rangka memberikan perlindungan sosial dan meningkatkan daya beli Penduduk miskin dan rentan.
Selain hal di atas juga diberikan pelayanan sosial melalui pemberdayaan dan pelayanan sosial yang berbasis keluarga dan masyarakat, serta penguatan Sumber Daya Manusia dan Lembaga Kesejahteraan Sosial.
Dampak signifikan dari pengurangan jumlah Penduduk miskin dan rentan melalui kegiatan-kegiatan tersebut di atas adalah semakin tingginya akses yang dapat dijangkau oleh penerima manfaat dalam menjangkau pelayanan pendidikan, kesehatan, perawatan, perlindungan, dan produktivitas ekonomi rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
Ketelantaran Sosial
Berkaitan dengan ketelantaran sosial, Kementerian Sosial memfokuskan pada Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) dan Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK), disamping penanganan terhadap bentuk-bentuk ketelantaran sosial lainnya seperti tuna wisma, tuna karya, tuna sosial, penderita penyakit kronis, dan HIV/AIDS. Terkait dengan penanganan ketelantaran sosial, Kementerian Sosial melakukan upaya-upaya rehabilitasi sosial di dalam panti dan di luar panti dengan memberikan bimbingan dan keterampilan agar mereka dapat melakukan aktivitas dan fungsi sosial yang layak, bermartabat, dan memberdayakan.
Bentuk penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dalam melindungi kasus ABH dan AMPK dilakukan secara lebih progresif dengan penjangkauan melalui Tim Reaksi Cepat (TRC) dan Satuan Bhakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos). Perlindungan anak dilakukan secara serius karena mengingat dampak buruk yang akan terjadi di masa datang, jika penanganan dilakukan secara tidak serius. Sampai dengan tahun 2014, pelayanan yang diberikan masih berdasarkan target dan diarahkan kepada anak yang berasal dari penduduk miskin dan rentan, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), serta anak-anak yang berhadapan dengan kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan norma hukum.
Masalah ketelantaran lainnya yaitu tuna susila, gelandangan, pengemis, Bekas Warga Binaan Lembaga Permasyarakatan, Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan Kelompok Minoritas juga perlu mendapatkan pelayanan dan perlindungan dari Pemerintah. Penanganan yang diberikan bagi mereka dilakukan melalui usaha kemandirian yang menitikberatkan pada pemenuhan hak dasar dalam mendapatkan identitas diri, pemenuhan kebutuhan akan pekerjaan atau usaha mandiri, serta usaha untuk mengurangi stigma dan diskriminasi.
Penyandang Disabilitas
Perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) kelompok penyandang disabilitas merupakan tanggung jawab Negara. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Disabilitas tidak hanya persoalan individu tetapi menjadi persoalan sosial apabila menyebabkan penyandang disabilitas mengalami hambatan untuk berpartisipasi secara setara dengan orang lain. Penanganan disabilitas telah berkembang pada isu pemenuhan hak dimana upaya yang dilakukan dalam kerangka pemenuhan hak penyandang disabilitas secara setara dengan orang lain. Hal itu dilakukan tidak saja dalam konteks rehabilitasi dan perlindungan atas kebutuhan sebagai individu atau kelompok disabilitas, tetapi juga dalam konteks pengembangan kemampuan dan pemberdayaan penyandang disabilitas, keluarga, dan masyarakat.
Pengembangan kemampuan dan pemberdayaan ini adalah bagian dari upaya habilitasi, yang merupakan proses penanganan yang komprehensif melalui berbagai program yang dirancang untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan pencapaian potensi fisik, sosial, psikologis, serta vokasional secara optimal melalui aktivitas yang bermanfaat dan produktif. Pelayanan habilitasi dirancang untuk mengembangkan, memelihara, dan atau memaksimalkan kemandirian dan keberfungsian penyandang disabilitas dalam hal perawatan diri, pertumbuhan fisik, perkembangan emosi, sosialisasi, kemampuan komunikasi, dan keterampilan sosial.
Upaya pengembangan dan pemberdayaan penyandang disabilitas mengandung konsekuensi bahwa saat ini diperlukan pemberian kesempatan kepada keluarga dan masyarakat untuk berpartisipasi secara luas dalam berbagai penanganan isu disabilitas, dengan disertai upaya pengembangan fungsi-fungsi Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) bidang disabilitas di masyarakat.
Upaya pemberdayaan penyandang disabilitas tidak dapat dilakukan hanya oleh satu sektor, dalam hal ini Kementerian Sosial melalui pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat, tetapi juga harus melibatkan semua pihak terkait dan masyarakat. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa persoalan disabilitas merupakan persoalan yang beririsan yang memerlukan penanganan bersama secara lintas sektor dan lintas program.
Dalam hal ini, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Disabilitas telah membuka koordinasi dan kerja sama dengan Kementerian dan Lembaga lain, yang memiliki tugas dan fungsi yang beririsan, dalam upaya-upaya pemenuhan hak penyandang disabilitas. Hal ini bukti terpenuhinya kewajiban Negara, dalam hal ini Pemerintah, kepada rakyatnya, dimana Pemerintah mempunyai kewajiban yang mutlak untuk memberikan perlindungan hak asasi penyandang disabilitas dengan cara memberikan hak dan kesempatan yang sama dengan orang-orang lain dalam semua bidang.
Korban Penyalahgunaan Napza
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan Napza menjadi kewenangan Kementerian Sosial. Kementerian Sosial memberikan pelayanan psikososial dalam panti untuk menghilangkan ketergantungan dan meningkatkan keberfungsian sosial korban penyalahgunaan Napza.
Kebencanaan
Penanganan kebencanaan oleh Kementerian Sosial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, dimana negara diamanatkan untuk memberikan perlindungan sosial kepada Penduduk terkena bencana. Dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, pengurangan resiko bencana dilakukan melalui perlindungan sosial korban bencana alam dan perlindungan sosial korban bencana sosial.
Upaya penanganan korban bencana alam diwujudkan dengan kegiatan penyiapan bantuan logistik bencana untuk pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana termasuk Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial (BSPS) pada pasca bencana, pembentukan Kampung Siaga Bencana (KSB), dan penguatan kapasitas personil penanggulangan bencana berbasis Penduduk yaitu Tagana.
Penanganan bencana sosial yang dilakukan oleh Kementerian Sosial terdiri dari penanganan pasca bencana dan pencegahan konflik sosial. Tahap pasca bencana bertujuan untuk penuntasan pasca konflik sosial dan kegiatan penguatan kembali integrasi sosial untuk mencegah konflik komunal. Selanjutnya, upaya pencegahan konflik sosial yang dilakukan Kementerian Sosial pada daerah rawan konflik adalah melalui penanganan konflik sosial yang lebih persuasif dengan dukungan partisipasi Penduduk. Kegiatan tersebut dilakukan melalui keserasiaan sosial, penguatan kearifan lokal, dan pembentukan tenaga pelopor perdamaian. Program ini merupakan langkah dan upaya untuk melakukan tindakan pencegahan agar potensi konflik yang ada di masyarakat tidak berubah menjadi konflik terbuka.
Keterpencilan
Indonesia merupakan negara dengan beragam suku bangsa, budaya, dan adat istiadat. Suku bangsa di Indonesia tersebar luas dari Sabang (Aceh) hingga Merauke (Papua), mulai yang tinggal di wilayah perkotaan, perdesaan, pegunungan, dan pesisir pantai, semuanya membentuk suatu komunitas yang khas baik secara sosial budaya maupun ekonomi. Salah satu yang menjadi menarik adalah mereka yang masuk dalam kategori Komunitas Adat Terpencil (KAT), hal ini karena mereka memiliki kekhasan secara sosial dan budaya.
Pemberdayaan yang dilakukan terhadap warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) meliputi bantuan rumah, jaminan hidup, peralatan kerja, dan bimbingan sosial. Berdasarkan regulasi yang terkait, pemberdayaan terhadap KAT meliputi sejumlah hal yaitu permukiman, administrasi kependudukan, kesehatan, pendidikan, kehidupan beragama, penyediaan akses kesempatan kerja, ketahanan pangan, penyediaan akses lahan, advokasi sosial, lingkungan, dan pelayanan sosial. Kementerian Sosial dalam melakukan pemberdayaan KAT baru mencakup aspek permukiman, permakanan dalam bentuk jaminan hidup, infrastruktur, dan bantuan peralatan serta bantuan bibit tanaman keras.
Korban Tindak Kekerasan, Eksploitasi, dan Diskriminasi
Penyelenggaraan perlindungan dilakukan pada korban tindak kekerasan yang terjadi terhadap perempuan, laki-laki, anak, dan lanjut usia maupun pekerja migran dapat terjadi di ranah publik dan ranah privat seperti di dalam rumah tangga. Pemerintah memberikan perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Korban tindak kekerasan di ranah privat dan pekerja migran bermasalah yang mengalami kekerasan diberikan pelayanan rehabilitasi psikososial di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) yang pendiriannya berdasarkan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 102/HUK/2007 tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pelayanan Pada Perlindungan dan Trauma Center.
Upaya perlindungan bagi korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi dilakukan melalui upaya pemulangan, pelayanan rehabilitasi di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) bagi pekerja migran yang mengalami dampak psikososial, dan bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP).
Selain menangani permasalahan di atas, Pemerintah juga menangani korban tindak kekerasan yang dieksploitasi secara seksual. Upaya perlindungan yang dilakukan adalah dengan memberikan asistensi terhadap korban, pemulangan dari tempat tujuan ke daerah asal, dan perlindungan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) untuk memulihkan trauma yang dialami oleh korban.
Tanggung Jawab dan Wewenang Pemerintah Daerah
Tanggung jawab Pemerintah Provinsi dalam menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Sumber Daya Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
Sumber daya penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi :
Tenaga Kesejahteraan Sosial, pekerja sosial profesional, dan penyuluh sosial dapat memperoleh:
PERAN MASYARAKAT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 42 Tentang Kesejahteraan Sosial, dijelaskan bahwa :
Lembaga koordinasi Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas :
LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL
Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Setiap lembaga yang menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial wajib memperoleh izin dan melaporkan kegiatannya kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pendaftaran dilaksanakan dengan cepat, mudah, dan tanpa biaya.
Pelanggaran terhadap ketentuan dikenai sanksi administratif berupa :
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mendata Lembaga yang menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial termasuk Lembaga Kesejahteraan Sosial asing dalam melakukan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
AKREDITASI DAN SERTIFIKASI
Akreditasi
Akreditasi adalah suatu bentuk pengakuan Pemerintah terhadap lembaga yang bergerak di bidang Kesejahteraan Sosial yang bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan dan standardisasi penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Sertifikasi
Sertifikasi adalah suatu penetapan yang diberikan oleh lembaga sertifikasi terhadap pekerja profesional dan tenaga Kesejahteraan Sosial, yang telah menyelesaikan suatu pendidikan dan/atau pelatihan, yang bertujuan untuk menentukan kualifikasi dan kompetensi yang sesuai di bidang penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Sertifikasi sebagaimana dimaksud berbentuk sertifikat. Pemberian sertifikat tersebut dilakukan atas rekomendasi organisasi profesi sesuai dengan kewenangannya sebagai pengakuan terhadap kompetensi melakukan praktek pekerjaan sosial. Sertifikat tersebut diberikan setelah lulus uji kompetensi sebagai pengakuan terhadap kompetensi dalam melakukan penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial tertentu.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN SERTA PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial sesuai dengan kewenangannya. Pemantauan dan evaluasi tersebut dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas dan pengendalian mutu penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Masyarakat dapat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas pelaku penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.